Senin, 14 Oktober 2019

Serpihan Kisah Didalam Kehidupan

Serpihan Kisah Didalam Kehidupan
[sejuta cerita tak berbekas mengarungi kehidupan dan kini tinggal kenangan yang tersisa] 
Nama saya Siti Aeniyah, saat ini usia saya sudah menginjak 18 tahun. Nama ini diberikan oleh Kakek saya pada saat itu, namun ketika saya masih berusia 6 tahun Kakek pergi meninggal dunia karena Allah lebih menyayangi beliau. Dan tinggal nama inilah yang saya dapatkan sebagai warisan dari beliau, arti Aeniyah sendiri dalam Bahasa yaitu ‘Nyata, Nampak, Terlihat, Jelas’ dan itulah nama yang diberikan Kakek saya, yang dalam konteks Islam bahwa nama itu sebagian dari doa, semoga nama yang diberikan oleh kakek ini menjadi doa yang baik untuk kehidupan saya.
Tinggi 165 cm dengan berat badan 80 kg. Menurut ku itu adalah berat badan yang cukup ideal. Satu tahun yang lalu berat badan ku 79 kg dan kemarin sebelum masuk RGI naik 1 kg. Allhamdulillah tidak pernah berat badan ini naik secara drastis dan berharap berat badan ini turun menjadi kurang lebih 75 kg. Mempunyai wajah yang oval (lonjong), bulu alis yang tebal dan hitam, mata yang hampir kesipit-sipitan, hidung mancung kalo dilihat di samping, warna kulit sawo matang. Untuk postur tubuh dari kecil tidak pernah berubah tetap saja ideal, karena bisa jadi ini adalah gen yang di bawa oleh Ibu dan Nenek saya. Untuk badan yang gemuk saya dapatkan dari Ibu dan tinggi dapatkan dari Bapak saya. Menurut teman-teman si saya lebih mirip dengan Bapak saya ketimbang Ibu.
Saya adalah seorang yang emosional, namun semua itu diluapkan dalam diam, jika seseorang membuat marah atau emosi saya hanya diam dengan ekspresi muka malas, tak mau menanggapi jika ada yang bicara, badmood tingkat tinggi Bahasa remaja sekarangnya, tidak suka dibentak atau mendengar bentakan orang meskipun bentakan itu bukan tertuju pada saya. Saya termasuk orang yang baperan, tidak tega jika melihat seseorang menangis, ikut bahagia melihat orang lain bahagia, terutama baper masalah film ataupun novel apalagi novel remaja.
Prinsip saya itu ‘Belajar dimana pun, kapan pun dan bagaimana pun keadaannya, karena ilmu itu tidak berat untuk dibawa kemana pun. Justru jika kita mau kemana pun harus dengan ilmu’.
Saya lahir di Bogor, 27 Maret 2001 pada pukul 12.00 WIB. Disaat matahari sedang ada di atas kepala dan sedang terik-teriknya panas matahari, ibu saya melahirkan. Begitu berat perjuangan seorang ibu disaat akan melahirkan seorang anak. Saya adalah anak pertama dari empat bersaudara. Sebetulnya saya adalah anak kedua, namun karena kakak saya meninggal saat masih bayi ketika itu umurnya di dunia baru saja 8 bulan. Kakak saya adalah seorang perempuan, dan di beri nama Siti Asriyah, almarhumah lahir dua tahun sebelum saya. Saya mempunyai 3 adik, dan semuanya itu laki-laki jadi saya adalah anak perempuan satu-satunya di rumah saat ini. Adik pertama saya bernama Muhammad Ismail saat ini ia duduk di bangku MTs kelas XI, ia lahir pada tahun 2006, ketika itu usia saya baru menginjak 5 tahun karena dia lahir di bulan yang sama. Dan adik kedua saya bernama Usman kini ia duduk dibangku kelas VII MTs, ia lahir pada malam tahun baru tahun 2008 di saat puncak-puncaknya malam perayaan tahun baru bagi yang merayakannya disaat itulah adik saya lahir. Nama ia berbeda dengan nama adik saya yang lainnya tidak menggunakan nama Muhammad di depan namanya ini akibat di pengisian raport SD yang menyebabkan nama Muhammad itu menjadi hilang akhirnya berpengaruh kepada yang lainnya di mulai dari nama di kartu keluarga, ijazah dan data yang lainnya. Karena pada saat itu keluarga kami tidak mempunyai akta kelahiran satu pun dan pembuatan nama di ijazah harus mengikuti data yang ada di raport. Mereka bersekolah ditempat yang sama tepatnya sekolah yang dulu saya juga belajar disana karena sekolah itu sangat dekat dengan rumah jadi tidak perlu mengeluarkan ongkos yang terlalu banyak, cukup dengan berjalan kaki saja. Adik yang ketiga saya bernama Muhammad Annasri dia lahir di tanggal yang cantik yaitu tanggal 15 Mei 2015 dan sekarang usianya sekitar 4 tahun lebih. Adik saya ini adalah sosok yang menggemaskan namun bisa juga sangat menyebalkan jika hati saya sedang tidak mood. Nama Annasri artinya ‘Penolong’, semoga saja dengan nama yang diberikan ini ia dapat menjadi penolong bagi keluarga dan masyarakat baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Saya lahir dari keluarga yang sederhana, hidup di sebuah perkampungan yang masih asri, banyak air mengalir dimana-mana, sawah terhampar luas dan tak jarang banyak orang kota yang mencari tanah di sekitaran kampungku untuk membangun villa. Sebenarnya saya tak suka dengan hal semacam itu, saya sangat ingin mempertahankan keasriannya namun apalah daya karena saya hanya masyarakat biasa yang tidak mempunyai kekuasaan apa-apa, lagi pula itu adalah hak seorang tuan tanah yang ingin mempertahankan tanahnya atau menjualnya. Bapak saya bekerja sebagai seorang wiraswasta di pasar Cigombong dekat dengan rumah, cita-cita beliau saat ini adalah ingin membuat usaha sendiri dengan membuka grosir di pasar, beliau ingin terlepas dari pekerjaannya saat ini karena sudah hampir 19 tahun bahkan lebih bekerja pada orang lain. Beliau tidak ingin terikat dengan itu, berangkat pagi pulang sore atau bahkan malam jika ada barang yang akan dijual keesokan harinya turun. Ibu saya adalah seorang ibu rumah tangga. Dan saya adalah anak kandung dari keduanya.
Kampung Citugu Rt 04/Rw 11, Desa Tugu Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor adalah alamat ruamh ku saat ini, kenapa dinamakan kampung Citugu, karena asal usulnya di Sebuah pemakaman ada Tugu atau Batu yang besarnya tidak terlalu besar dan tidak juga terlalu kecil dan pada jaman dulu pernah tugu itu digali dan didalamnya ada sebuah lubang seperti saluran air yang menghubungkan ke kampung lain dan kampung itu bernaman Benteng Tugu. Lubang itu tidak tetutup meskipun sudah digali jadilah kampung saya di namakan kampung Citugu karena di dalam Tugu tersebut ada air dan air dalam Bahasa Sunda itu Cai disingkat menjadi Ci dan di gabungkan dengan kata Tugu jadilah Citugu. Itu adalah sejarah singkat penamaan kampungku menurut cerita yang saya dengar dari nenek.
Masa kecil saya cukup menyenangkan karena saya anak pertama dan sering diajak jalan-jalan. Ketika usia 2 tahun saya di ajak ke Ancol dan Dufan berfoto-foto ria disana meskipun tidak tahu, tapi saya melihat fotonya dan hingga saat ini foto itu masih ada meskipun sudah kusam karena debu, pergi ke Dufan karena pada zaman itu mungkin biaya masuknya masih terjangkau. Kami pergi kesana dengan bos diperkerjaan Bapak saya dan dengan teman kerja yang lainnya. Pergi ke taman Matahari. Disitu kami difasilitasi biaya ongkos mobil pulang dan perginya saja, tidak untuk makan ataupun jajan.
Ketika saya berusia 6 tahun, beberapa bulan sebelum memasuki dunia pendidikan formal ditahun ajaran baru, saya mengalami sedikit musibah yaitu kesrempet motor. Pada saat itu saya dan teman-teman kami semua sedang bermain dijalanan berlari kesana kemari yang pada waktu itu jalanan sangat ramai dengan kendaraan yang berlalu lalang, hingga suatu waktu entah bagaimana kejadiannya tiba-tiba saya terjatuh dan terseret oleh motor tersebut. Menurut saksi mata yang melihat si itu kesalahan dari saya, karena saya yang berlari agak ke tengah jalan, tapi itu tidak sepenuhnya real salah saya juga karena ada yang mengatakan bahwa pengendara motor tersebut mengendarainya hampir ke bahu jalan. Ya namanya musibah bisa terjadi kapan saja. Setelah kejadian itu berlangsung saya segera dilarikan ke Puskesmas terdekat dan segera diperiksa oleh dokter yang bertugas pada saat itu, tidak ada yang begitu mengkhawatirkan hanya luka-luka ringan pada kaki sebelah kiri dan luka memar dikedua lutut. Kejadian ini berlangsung di sore hari sekitar jam 4.30 WIB. Tak lama setelah diperiksa dan diberikan resep dokter saya diperkenankan pulang kerumah kembali. Namun hingga saat ini bekas luka di kaki sebelah kiri masih saja terlihat dan tidak hilang.
Setelah pulang dari Puskesmas Bapak memanggil tukang urut untuk memeriksa keadaan di dalam, karena beliau takut ada tulang yang geser ataupun memar, karena di Puskesmas itu hanya membersihkan bagian yang luka saja. Orang yang menabrak tersebut tentunya harus bertanggung jawab. Beliau datang mengunjungi rumah saya seminggu 2x, membawa sedikit makanan dan buah-buahan, dan memberi sedikit rezekinya kepada saya sebesar 5 ribu rupiah setiap kali menjenguk. 5 ribu pada jaman dulu tentunya berbeda dengan 5 ribu jaman sekarang, karena masih anak-anak jadi diberi berapa rupiah pun saya sangat senang berbeda dengan anak-anak jaman sekarang yang sudah mengerti tentang nominal uang. Hampir Satu bulan luka ini masih membekas, seharusnya dalam waktu dua minggu pun luka sudah mulai mengering, namun karena saya bandel tidak mau mendengarkan perkataan orang tua untuk minum obat dan tidak mau menggunakan obat-obatan tradisional jadilah lukanya lama untuk kembali pulih belum lagi makanan yang tidak bisa saya pantang, semua makanan masuk ke dalam mulut tanpa harus memilah-milahnya.
Saya sekolah di sebuah Madrasah Ibtidaiyah yang sama sederajat dengan Sekolah Dasar. Jarak dari rumah menuju Madrasah  ku tak begitu jauh, cukup ditempuh dengan berjalan kaki. Karena sekolah ku swasta jadi murid yang mendaftar di sekolah itu hanyalah sedikit dan tidak sebanyak murid yang mendaftar di sekolah Negeri. Teman yang ku dapatkan pada waktu itu dan kita semua akan berjuang bersama menuntaskan masa sekolah kita selama 6 tahun ada sekitar 20 orang. Karena sekolah ku dekat jadi orang tua ku tidak mengantar atau pun menjemput ku ketika hendak sekolah ataupun pulang sekolah, Ibu mengantarkan ku pada hari pertama sekolah dan segera aku di antar masuk ke dalam kelas kemudian setelah mengantarku masuk ke dalam kelas beliau langsung pulang ke rumah. Hari-hari berikutnya berangkat atau pulang pun sendiri. Aku adalah tipe orang yang pendiam, tak banyak bicara dan tipe orang yang pemalu. Aku tidak akan berbicara atau menanyakan sesuatu jika aku tidak ditanya oleh orang lain terlebih dahulu meskipun itu hanya sekedar mengucapkan kata “hai” atau kata sapaan lainnya.
Hal yang berkesan pertama selama bersekolah adalah ketika saya berada di penghujung semester II kelas IV saya diberikan piagam penghargaan oleh wali kelas sebagai murid yang paling ‘Rapi’ di kelas. Karena pakaian yang ku kenakan selalu rapi, baju yang selalu ku masukan ke dalam rok, selalu memakai kaus kaki, hijab rapi dan bersih, peralatan belajar tidak pernah tertinggal baik itu buku maupun pensil, pulpen dan lain sebagainya. Meskipun dalam akademik saya tidak begitu menonjol. Tapi setidaknya bisa masuk ke dalam kategori sepuluh besar.
Dari jamannya sekolah MI, bahkan sebelum menginjak pendidikan formal saya sudah diajarkan mengaji al-Quran, meskipun tidak diajarkan oleh orang tua ku secara langsung. Orang tua ku memasrahkan aku untuk belajar Al-Quran kepada guru ngaji, karena dikampungku pada waktu itu dikenal dengan kampung santri saking banyaknya santri yang belajar disana. Yang saya suka pada jaman itu adalah ketika malam hari kita semua sebagai anak kecil berlarian untuk mencari ilmu bukan untuk mencari kemaksiatan seperti kebanyakan anak sekarang ini yang pergi ke warung internet. Namun saat ini sudah jarang sekali aku melihat anak kecil ataupun remaja belajar mengaji di masjid. Kini masjid itu sudah sepi tak ada lagi yang belajar agama dan mengaji disana, tidak ada yang meramaikannya lagi, sangat miris sekali hati ini melihat keadaan seperti itu.
Di sekolah MI saya diajarkan untuk menghafal surat-surat pendek di mulai dari An-Nas hingga At-Takatsur minimal, itu ketika saya menginjak kelas III MI, dan ketika saya masuk ke kelas VI saya di motivasi oleh wali kelas ku untuk terus belajar menambah hafalan. Ekskul yang ada pada sekolah kami pun terbatas, hanya ada pramuka dan pencak silat dan ekskul itu pun di masukan dalam kategori wajib yang semua siswa harus mengikutinya. Meskipun terbatas, itu tidak mengalahkan semangat kami dan jiwa kompetesi kami, teman satu kelas ku pernah ikut lomba pencak silat dalam acara PORSENI se-Kecamatan dan berhasil juara I tingkat kecamatan. Dan sekolah kami juga lah yang ditunjuk untuk menampilkan pertunjukan pembuka dalam acara tersebut. 
Sedih sekali rasanya moment perpisahan yang seharusnya menjadi kenangan pertama itu tidak ada pada takdir angkatan ku. Karena setiap satu tahun sekali sekolah mengadakan perpisahan dan tahun berikutnya sekolah mengadakan jalan-jalan (tidak perpisahan resmi). Ketika saya pergi jalan-jalan pun kedua orang tua tidak ada yang ikut, saya pergi hanya seorang diri saja bersama dengan guru pengajar dan teman-teman.
Masa MTs ku adalah masa dimana aku mulai beranjak remaja, syukurlah masa remaja ku tidak di kelilingi oleh orang-orang yang kurang baik. Aku bersekolah di sebuah MTs swasta di kampungku yang jaraknya pun tidak jauh dan sangat terjangkau dengan berjalan kaki. Pada waktu itu siswa/siswi yang mendaftar disekolahku ada 45 orang dan itu masuk dalam satu kelas karena kelas yang tersedia terbatas. Kami belajar dalam suasana desak-desakan akibat terlalu banyak kapasitas muridnya yang tidak di bagi menjadi dua kelas. Kami pulang sekolah pada pukul 12.00 WIB dan wajib mengikuti kegiatan santri yaitu halaqoh sampai pukul 13.00 WIB. saya bersyukur bisa ada halaqoh karena berkat disanalah saya hafal doa-doa harian seperti doa shalat dhuha, tahajud, dan lain-lain, dzikir, menghafal Al-Qur’an dan belajar tentang tajwid. Meskipun itu hanya satu jam namun Alhamdulillah bisa memanfaatkannya dengan baik. Sangat disayangkan mendengar angkatan tahun-tahun ini tidak ada halaqoh karena jam belajar dan jam pulang yang bertambah.
Mulai menghafal dari kelas VI, dan dilanjut di MTs hafal 1 juz dari kelas VII sampai kelas VIII, kelas IX mulai menambah hafalan ke juz 29 namun itu tidak sampai selesai hanya sampai dua surat saja. Sangat disayangkan dan sangat disesali tidak benar-benar terjun dalam dunia menghafal. Masa yang paling indah dikala itu adalah ketika kami mendapatkan tugas dekor aula untuk acara muhadhoroh, disitulah waktunya kami mengembangkan ide, kreativitas kami dalam mendekor desain ruangan agar terlihat menarik namun beredukasi tetap ada nilai filosofi dan pengajarannya. Tak mudah menyatukan pikiran banyak juga yang berpendapat dan menyanggah antara ide yang satu dengan yang lainnya, namun itu kembali kepada diri pribadi dan kekompakan dalam tim yang ada. Muhadhoroh yaitu kegiatan yang rutin dilakukan oleh santri/santriawati yang didalamnya ada kutipan pidato yang disampaikan dalam tiga Bahasa (Arab, Inggris dan Indonesia) umumnya yang disampaikan langsung oleh santri/santriawati sebagai ajang belajar berbicara di depan umum. Tidak hanya pidato tiga Bahasa namun ada juga pembacaan ayat suci Al-Qur’an dan hiburan di akhir acara. Hiburan di tampilkan oleh masing-masing kelas yang wajib menyumbangkan partisipasinya dalam acara tersebut. Muhadhoroh itu dilakukan setiap malam ahad ba’da maghrib sampai dengan jam 11 malam. Terkadang tidak hanya muhadhoroh saja namun sesekali kami semua nonton bersama, dan tentunya film yang kami tonton adalah film yang mempunyai hikmah dan nilai pembelajaran yang bisa dipetik oleh tiap-tiap individu santri/santriawatinya.
Banyak pro dan kontra dengan adanya muhadhoroh, saya termasuk tim yang pro dengan kegiatan muhadhoroh karena kegiatan ini dapat melatih diri seseorang untuk lebih berani, bertanggung jawab, dan dapat mengembangkan ide kreativitasnya dalam kegiatan ini, mulai dari pemilihan tema, konsep dan panitia semua di susun dengan sedemikian rupa agar kegiatan tersebut berhasil dan sukses. Namun ada juga yang kontra, alasan mereka tidak setuju adalah karena jarak dari rumah mereka dengan sekolah yang cukup jauh dan terlebih kegiatan diadakan dimalam hari dan tidak memungkinkan mereka untuk pulang di malam hari. Namun banyak juga orang tua yang menjemput di malam itu dan ada juga sebagian orang yang menginap di asrama ataupun di rumah temannya. Dan rumah saya termasuk rumah yang sering dikunjungi untuk mereka tidur disana. Yang menginap di rumah saya tidak banyak hanya dua orang saja, karena fasilitas yang tidak memadai untuk menampung cukup banyak orang.
Itu adalah moment yang paling berkesan untuk saya dikala itu terlebih ketika teman saya menginap di rumah karena pada malam itu sepulang dari muhadhoroh kami tidak langsung tertidur melainkan bercerita kesana-kemari dan tertawa, meskipun hanya hal kecil namun itu membuatku sangat bahagia. Kami tidur hingga larut malam pukul 00.30 atau bahkan sampai pukul 02.00 WIB dini hari.
Seperti remaja yang lainnya kehidupanku pun tak selalu begitu baik terkadang saya nakal untuk sesekali namun nakalnya saya menurut saya si masih dalam konteks wajar, misalnya kabur pada saat halaqoh, gak ikutan muhadoroh dan karouke bersama teman-teman di dalam kelas ketika tidak ada guru yang masuk kelas. Yaa itu si hal yang umum yang sering di lakukan santri/santriawati lainnya. Masih dalam konteks wajar kan!
Tak terasa begitu cepatnya waktu berlalu hingga aku kini sudah menginjakan kaki di sekolah dengan suasana yang baru. Putih abu memamg masa yang paling menyenangkan dan itu adalah fakta yang sangat benar yang sudah saya buktikan, bahkan hingga saat ini jika di perkenankan kembali saya akan menjalaninya lagi dan menciptakan moment yang lebih indah. Saya memilih kelas MIPA untuk belajar selama tiga tahun ke dapan, bukan hobi dengan pelajaran ekshak ataupun suka dengannya melainkan hanya ikut-ikutan dengan teman-teman yang lain. Tak ada basic sedikit pun mengenai pelajaran MIPA namun perlahan-lahan waktu demi waktu aku menyukai pelajaran Biologi karena guru yang mengajar mapel tersebut sangat ramah dan mengajarkan dengan cara keibuannya sehingga membuat semua siswi terpana dan sangat ingin menjadi sosok beliau jika kita semua kelak menjadi seorang guru. Guru killer tapi baik ada beliau adalah yang mengajar mata pelajaran SKI, menurut saya beliau adalah guru ter-The Best karena kesederhanaannya, kebaikannya, dan yang terpenting beliau tidak membeda-bedakan antara murid yang satu dan yang lainnya. Tak disangka-sangka karena ujian semester saya bagus dan itu nilai hasil murni tanpa mencontek saya di berikan kenang-kenangan oleh beliau yaitu sebuah baju gamis. Tidak hanya saya saja yang di berikan kenang-kenangan atau apresiasi itu, tapi ada juga dari kelas lain yang diberikan.
Saya harus berubah menjadi sosok yang lebih baik lagi, tidak pendiam dan harus mampu bersosialisasi dengan semua teman. Itu yang saya tanamkan di dalam diri ini, lambat laun saya pun mulai mencari jati diri meskipun tidak berubah total tapi masih bersyukur dipertemukan dengan teman yang dalam satu visi dan misi dan sejalan dengan apa yang saya inginkan yang tentunya bisa mengajak aku ke jalan yang lebih baik tentunya.
Sangat disayangkan dan disesali semasa MA saya tidak menambah sedikitpun hafalan melainkan saya lalai dengannya karena menurut saya tidak ada waktu luang yang bisa dipergunakan untuk menambah ataupun murajaah hafalan. Banyak sekali tugas yang di berikan oleh para guru pada masa itu mulai dari tugas kelompok ataupun tugas individu yang setiap minggunya selalu saja ada. Sekalinya ada waktu luang di hari minggu itu dipergunakan untuk istirahat total, tanpa memikirkan sedikitpun untuk murajaah ataupun menambah hafalan.
Saya menggoreskan cerita masa Putih abu di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 4 Bogor yang letaknya cukup jauh dengan rumah namun masih dalam satu kecamatan, saya berangkat sekolah pada pukul 06.00 WIB berbarengan dengan Bapak yang akan pergi bekerja mencari nafkah. Setelah itu saya naik angkot satu kali dan turun di depan pintu gerbang sekolah dan hanya mengeluarkan ongkos sebesar 2 ribu rupiah, tetapi ketika sudah melewati jam 15.30 WIB kendaran umum di daerah situ sudah tidak ada lagi yang ada hanyalah ojek.
Cerita yang tak mungkin dapat di ulang kembali pada saat ini yaitu ketika kami pergi hiking ke gunung salak, pergi ke curug, suaka elang, ke bukit snakma, nge-camp di villa, nonton film bersama ketika jam pelajaran kosong, nonton futsal, mengerjakan PR di sekolah, dan masih banyak lagi terlebih ketika ada classmeeting ataupun lomba disekolah seperti acara 17 agustusan, memperingati hari santri nasional, hari kartini, hari guru, hari pahlawan dan lain-lain. Semua menggoreskan tinta dengan cerita yang berbeda-beda, ada suka dan ada duka dalam cerita tersebut yang hanya orang bersangkutan yang dapat merasakannya.
Pengalaman pertama saya dan teman-teman yang hampir separuhnya pernah di hukum keluar dari kelas selama belajar matematika waktu itu kami masih berada dikelas X, karena kami semua tidak mengerjakan PR yang di berikan guru pada waktu itu. Akibatnya kami semua dikeluarkan dari kelas dan mengerjakan apa yang menjadi PR sebanyak 2 kali lipat.
Selama  sekolah saya mengikuti ekrakulikuler Rohis, Marching band, dan yang terakhir padusa yang saya dapat istiqomah sampai kelas XII, karena ekskul yang lainnya hanya sampai beberapa bulan saja. Meskipun suara pas-pasan tidak bagus-bagus amat namun saya tetap bisa masuk padusa, karena yang di butuhkan padusa adalah keistiqomahan dalam berlatih dan ada kemauan mengeluarkan suara dengan aturan-aturan tertentu yang diajarkan oleh pelatih.
Pengalaman pertama padusa bisa ikut tampil dalam upacara HAB (Hari Amal Bakti) KEMENAG atau dalam acara ulang tahun Kementrian Agama pada tanggal 3 Januari 2018. Meskipun waktu liburan kami tersita untuk latihan tapi kami bangga dan harus menampilkan yang terbaik dalam acara besar tersebut. Upacara tersebut di lakukan di MAN 2 Cibinong karena pusat Kementrian Agama berada di Cibinong. Kami semua menginap di sekolah tersebut selama dua hari satu malam, namun itu lah pengalaman yang tidak bisa di beli dengan apapun sangat disayangkan jika dalam moment besar tersebut saya tidak ikut.
Kegiatan yang saya suka selama dikelas yaitu selalu melantunkan Marhaba karena banyaknya anak santri di kelas saya. Namun penampilan atau gaya mereka tidak menunjukan bahwa mereka adalah seorang santri. Penampilan mereka seperti kebanyakan remaja SMA masa sekarang, namun ilmu agama nya tak kalah juga mereka banyak pelajari. Setiap kali istirahat setelah mereka melaksanakan shalat dzuhur mereka selalu membaca Marhaba yang membuat isi kelas menjadi adem, tentram dan nyaman. Namun ada kalanya juga mereka menjadi biang onar di antara teman-teman yang lainnya.
Hal yang paling membingungkan adalah ketika kita sudah menginjak kelas XII, kenapa begitu? Karena itu hal yang akan menentukan kemana hidup kita akan dibawa. Apakah akan tetap selalu mengandalkan uang orang tua, meskipun mereka suka rela memberikannya tanpa meminta imbalan atau balasan apapun. Ataukah harus bekerja yang entah harus kerja sebagai apa setelah lulus SMA. Ingin rasanya melanjutkan Pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, namun disitu saya berpikir, saya adalah anak pertama adik saya masih tiga yang harus di biayai pendidikannya juga tak mungkin orang tua hanya memikirkan saya. Dan saya pun harus turut ikut membantu kedua orang tua saya, karena saya tidak ingin selalu membebankan mereka meskipun itu tidak dimintanya.
Saya mengetahui informasi tentang RGI dari teman satu bangku saya, dia mengetahui RGI dari saudaranya yang lulus pada Angkatan-17.  Saya sangat tertarik ingin masuk ke RGI, karena waktu itu Saya masih kelas XI dan itu kesempatan saya untuk banyak berdoa agar saya bisa lolos seleksi untuk menjadi santri RGI. Tak hentinya terus mencari informasi dari social media tentang apa itu RGI, dan perkembangan kapan akan di buka pendaftaran tahun ajaran baru. Kami sudah berniat dan berencana akan daftar dan ikut diklat di RGI setelah lulus sekolah nanti.
Ujian-ujian pun kami semua lewati, entah nilai apa yang saya dapatkan baguskah ataupun sebaliknya. Karena jujur saja selama akan menghadapi ujian saya tidak benar-benar belajar mempersiapkannya. Yang terlintas dibenak saya adalah yang penting lulus dan dapat mengamalkan ilmu yang didapatkan. Waktu ujian telah terselesaikan tinggal beberapa waktu lagi saya lulus dari masa menyenangkan ini. Sedih dan bahagia bercampur menjadi satu, bahagia karena tak akan lagi mendapatkan banyak tugas dari para guru dan sedih karena akan berpisah dengan teman-teman. Terlalu banyak kenangan yang disimpan di memori ini, baik itu kenangan indah ataupun pahit semua telah ditelan dalam hati ini dan tak mungkin akan terulang kembali.
Setelah lulus dari sekolah kegiatan saya sehari-hari di rumah seperti pengacara yaitu penganguran yang tidak mempunyai acara apapun. Saya buka-buka web dan social media RGI, apakah RGI sudah membuka pendaftaran untuk angkatan yang baru atau belum. Setelah mengetahui pendaftaran telah dibuka saya segera mempersiapkan persyaratan yang harus dilengkapi, dimulai dari SKTM, Surat Rekomendasi dari sekolah, Surat keterangan sehat dan lain sebagainya. Saya mendaftar online melalui web Rumah Gemilang Indonesia. Lulus MA angkatan ke-21 dan daftar RGI angaktan ke-21 juga. Saya dan kedua teman saya ketika pergi interview di antar oleh alumni. Waktu itu saya mendaftar pada gelombang I dan interview dua hari setelah puasa. Saya interview sebelum ashar karena banyaknya santri yang belum di interview juga. Dan pualang sampai ke rumah berbarenagn dengan adzan maghrib.
Hasil seleksi telah di umumkan, rasanya percaya tidak percaya bisa diberikan kesempatan bisa belajar di Rumah Gemilang Indonesia. Itu bukan suatu hal yang kebetulan belaka, tentunya sudah menjadi takdir dan ketetapan Allah saya bisa menjadi santri RGI. Tak terasa kini waktu tetap saja berjalan, sudah hampir menginjak tiga bulan saya berada di Rumah Gemilang Indonesia dan saat ini sudah berada di pertengahan bulan  yang artinya sebentar lagi akan menghadapi ujian akhir, workshop dan magang.
Saya mengisi kehidupan remaja menuju dewasa saya dengan membaca novel, novel yang dibaca yaitu novel remaja yang tak jauh dari cerita cinta. Dengan banyak membaca cerita-cerita seperti itu saya menjadi seorang yang baperan, hati mudah tersentuh, mudah menangis, bahagia, haru, dan semuanya saya rasakan. Novel baper yang pernah saya baca dan masih teringat dengan ceritanya yaitu novel Akatsuki, novel Assalamualaikum Calon Iman, dan novel Cinta Dalam Diam. Ingin rasanya kehidupan berakhir indah seperti yang ada dalam kisah-kisah novel tersebut, namun pada kenyataannya hidup tak se-simple dengan cerita yang ada di novel. Kehidupan nyata jauh lebih indah jika kita yang menjalaninya bisa memanfaatkannya tanpa harus muluk-muluk ingin ini dan ingin itu. Cerita di dalam novel tidak begitu mempengaruhi kehidupan saya hanya saja soal rasa, yang dulunya saya tidak pernah menangis dengan hal kecil kini jadi mudah menangis dan terharu.
Selama bersekolah di MI saya tidak mempunyai sahabat, ketika MTs saya mempunyai dua sahabat yang selalu mengingatkan dan mengajak kepada kebaikan. Ketika MA pun saya hanya mempunyai dua orang sahabat yang sudah menjadi seperti keluarga. Dan beruntung sampai saat ini kami masih diperkenankan heran banyak orang yang tidak menyukai dengan persahabatan kami bertiga, namun siapalah mereka yang hanya mampu menilai semua dari cover dan entah dengan alasan apa pula mereka tidak menyukai kami padahal sedikitpun kami tidak pernah mengusik kehidupan mereka.
Cinta terhadap lawan jenis tentunya naluriyah yang dimiliki setiap manusia, siapa si yang tidak mengenal cinta atau virus merah jambu. Hal ini adalah hal yang lumrah terjadi dikalangan remaja jaman sekarang dan tergantung kita sebagai manusia yang menjalaninya ingin mengungkapkannya dalam jalan yang salah atau memendamnya saja. Dan saya termasuk orang yang memendam rasa itu tak ingin di ungkapkan atau sekedar mengumbarnya kepada orang banyak karena jodoh hanya rahasia Allah SWT saja, kita hanya perlu menjalaninya dengan hati yang ikhlas dan tulus. Pertama mengenal cinta itu ketika saya duduk di bangku SD, waktu itu kira-kira kelas III SD. Entah itu yang dinamakan cinta atau hanya sekedar mengagumi saja karena ketampanan wajahnya, biasalah jamannya SD kan masih jaman polos-polosnya. Rasa itu mulai hilang ketika saya naik ke kelas VI karena sudah mengetahui sifat dan gayanya yang ikut kekinian tidak seperti dulu yang masih bocah dan polos.
Di MTs pernah juga merasakannya namun itu hanya sesaat saja karena ada teman yang menyebar fitnah kalo saya cinta sama dia, tapi kenyataannya tidak bercerita tentang lawan jenis pun tak pernah. Karena keseringan di ledek akhirnya rasa itu muncul dengan sendirinya setiap kali dekat dengannya pasti ada debaran jantung yang berbeda namun seiring berjalannya waktu rasa itu pun hilang tanpa jejak. Dan menurut saya itu bukan cinta, itu hanya sekedar terbawa perasaan sesaat.
Cinta di SMA menurut kebanyakan orang si itu cinta yang paling indah dan banyak benih-benih cinta yang bersemi dihati, tapi tidak dengan saya mungkin ini cara Allah menjaga hati saya. Pernah suka terhadap teman sampai-sampai terbawa perasaan. Namun hati ini kembali di ingatkan dan rasa itu hilang begitu saja setelah mengetahui ia memiliki karakter yang suka mempermainkan wanita. Bersyukur sekali Allah segera menegur hati saya dan saya kembali teringat tidak ada cinta yang sesungguhnya kecuali cinta kepada Sang Pencipta.
Meskipun bukan orang yang ahli dalam bercinta, tapi sedikit banyak saya tahu mengenai permasalahan yang ada dalam hubungan yang dilarang yaitu pacaran. Karena saya meneliti apa saja yang dilakukan orang berpacaran, masalah apa saja yang ada dalam pacaran. Dan masalah yang sama selalu berulang-ulang dalam tiap hubungan. Jadi buat, itu Cuma buang-buang waktu, mending ngerjain sesuatu yang lebih bermanfaat dari pada pacaran gak jelas yang bahagianya sesaat dan dosanya bertumpuk-tumpuk.

Saya memiliki dua sahabat yang Allhamdulillah mereka senang bercerita atau curhat dan saya lebih senang mendengarkan cerita ketimbang bercerita. Itulah siklus kehidupan jika ada yang berbicara maka harus ada yang mendengarkan, namun tak jarang pula kami beradu mulut mempertahankan pendapat masing-masing. Saya dan kedua sahabat saya, kami bersama untuk menuntut ilmu dan mencari ilmu ditempat yang sama meskipun berbeda jurusan. Tapi kami sama-sama mempunyai komitmen untuk sukses bersama dengan jalan yang berbeda-beda dan di Rumah Gemilang inilah langkah awal kami untuk memulai kata ‘Sukses’ itu. []

@menuliskreatif.rgi | Otobiografi
@aenniyah27@gmail.com
@aenniyah27 [ig]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar