Satu
Malam Yang Tak Bertepi
[Secarik Kisah
Yang Tak Terlupakan Telah Terlewatkan]
Semilir
angin pagi menerpa wajah manisku, wajah yang baru saja di poles dengan sedikit taburan bedak. Saya berniat akan pergi menjumpai saudariku di Puncak-Bogor sana
untuk camping dan berlibur sesaat sebelum masuk masa diklat, tentu dengan izin
dari kedua orang tua. Saya berangkat dari rumah pukul 07.00 WIB sekiranya tidak
macet dapat diperkirakan saya sampai pada pukul 08.30 WIB. Namun pada
kenyataannya saya sampai disana pada pukul 10.30 WIB dikarenakan pada hari itu
masih termasuk hari libur sekolah dan hari pertama masuk kerja untuk karyawan
swasta ataupun yang lainnya. Kemacetan terjadi karena buka tutup jalur agar
mengurangi sedikit kemacetan di upayakan oleh polisi.
Sesampainya
di rumah mba Rahma saudari perempuan saya di Puncak, tak lama kemudian saya dan
mba Rahma pergi kembali ke tempat tujuan sesungguhnya yaitu tempat perkemahan
Mandalawangi daerah Cibodas. Kami berangkat dari rumah pukul 13.00 WIB. Saya
berkemah tidak hanya berdua saja, namun disana ada delapan orang teman mba
Rahma yang telah menunggu. Total semua yang ikut berkemah adalah sepuluh orang.
Tentu seperti kebanyakan orang berkemah, teman-teman mba Rahma membawa perlengkapan kemah seperti tenda,
kompor, alat masak dan yang lainnya
untuk keperluan bersama. Berbeda dengan saya dan mba Rahma, di dalam ransel
kami tidak ada peralatan yang pada umumnya orang berkemah bawa. Kami hanya
membawa jaket tipis, selimut kecil yang hanya cukup untuk satu orang, dompet,
peralatan shalat dan handphone.
Setelah
menemukan tempat yang pas untuk kami istirahat, segera kami dirikan tenda.
Tenda yang kami dirikan ada tiga. Waktu terus saja berlalu, matahari mulai
menunjukan semburat jingga menampilkan keindahannya. Tiada henti mata kami
memandang dan berlomba mengabadikan momen terbaik di kala itu.
Matahari
pun sudah enggan memamerkan keindahannya, kini ia di gantikan oleh sang
rembulan. Selepas shalat isya kami semua berkumpul melingkar diluar tenda untuk
sekedar bercengkrama menukar pikiran satu sama lain. Kami menghangatkan tubuh
kami dengan membakar kayu-kayu kering yang kami cari di sore hari, tak lupa
dengan secangkir kopi yang disuguhkan. Malam semakin larut dan hawa dingin mulai
menusuk hingga ke tulang. Kami telah menghabiskan banyak cerita, mulai dari
pengalaman pribadi, kejadian-kejadian konyol ataupun aneh yang memalukan
lainnya. Setelah puas bercerita kami semua masuk tenda masing-masing dan
tertidur.
Keeseokan
paginya kami pergi hiking ke curug Cibereum dengan rute yang tidak mudah
ditempuh. Kami semua pergi dengan pakaian drass panjang dan jilbab menjulur,
berbeda dari kebnayakan orang hiking biasanya yang menggunakan celana dan baju
kaos biasa. Banyak lintasan yang kami lalui salah satunya ‘Jalur Mantan’ yang pada
kenyataannya itu adalah ‘Jalur Lintasan Babi’, semua terbahak mendengar
pernyataan yang dilontarkan itu. Tak heran pikiran kami pun langsung tertuju
pada masa lalu suram itu yang tak harus diulanginya lagi.
Sesampainya
di Curug kami semua senang melihat air terjun yang jatuh dari atas ke bawah tak
henti-hentinya, itu semua bukan kali pertama untuk saya namun hal seperti itu
selalu mengingatkan saya agar selalu bersyukur atas Ciptaan-Nya. Banyak suka
duka dalam perjalanan kami menuju curug itu, di mulai dari para pengunjung lain
yang melihat dengan tatapan tidak suka kepada kami karena berpakaian seperti
ini. Tapi itu semua tak kami hiraukan, itu semua kami jadikan sebagai ajang
dakwah bahwa wanita muslimah itu punya cara dan gayanya masing-masing untuk menyampaikan
dakwah.
Setelah
puas berfoto ria mengabadikan momen masing-masing, kami pun kembali menapaki
jalan untuk pulang. Waktu memang sangat singkat, tak terasa kini adalah waktu
kita akan berpisah kembali. Berpisah dalam kategori sementara, dan berharap
akan dipertemukan kembali dalam pertemuan abadi.
Setelah
pulang berkemah saya tidak langsung pulang ke rumah di Bogor, melainkan
menginap di rumah mba Rahma. Kami sampai rumah pukul 02.00 WIB, karena
keadaanya sangat lelah tanpa disadari saya langsung tertidur pulas saat itu
juga. Ketika adzan berkumandang segera saya bangun membersihkan diri dan
mengambil air wudhu untuk melaksanakan shalat ashar dan setelah itu tidur
kembali.
Keesokan
harinya saya pun kembali pulang ke rumah, saya berangkat dari rumah mba Rahma pada
pukul 06.00 WIB, dan entah kenapa kendaraan di jalan Puncak-Bogor begitu sepi hanya
beberapa kendaraan yang melintas, namun itu pun sesak dengan penumpang lainnya.
Saya berhasil naik kendaraan umum pada pukul 07.00 WIB, setelah satu jam menunggu.
Dan sampai di rumah pada pukul 10.00 WIB.
@menuliskreatif.rgi | Feature
Tidak ada komentar:
Posting Komentar