Rabu, 25 September 2019

Absurd Story

Satu Malam Yang Tak Bertepi
[Secarik Kisah Yang Tak Terlupakan Telah Terlewatkan]


Semilir angin pagi menerpa wajah manisku, wajah yang baru saja di poles dengan sedikit taburan bedak. Saya berniat akan pergi menjumpai saudariku di Puncak-Bogor sana untuk camping dan berlibur sesaat sebelum masuk masa diklat, tentu dengan izin dari kedua orang tua. Saya berangkat dari rumah pukul 07.00 WIB sekiranya tidak macet dapat diperkirakan saya sampai pada pukul 08.30 WIB. Namun pada kenyataannya saya sampai disana pada pukul 10.30 WIB dikarenakan pada hari itu masih termasuk hari libur sekolah dan hari pertama masuk kerja untuk karyawan swasta ataupun yang lainnya. Kemacetan terjadi karena buka tutup jalur agar mengurangi sedikit kemacetan di upayakan oleh polisi.
Sesampainya di rumah mba Rahma saudari perempuan saya di Puncak, tak lama kemudian saya dan mba Rahma pergi kembali ke tempat tujuan sesungguhnya yaitu tempat perkemahan Mandalawangi daerah Cibodas. Kami berangkat dari rumah pukul 13.00 WIB. Saya berkemah tidak hanya berdua saja, namun disana ada delapan orang teman mba Rahma yang telah menunggu. Total semua yang ikut berkemah adalah sepuluh orang. Tentu seperti kebanyakan orang berkemah, teman-teman mba Rahma  membawa perlengkapan kemah seperti tenda, kompor, alat masak  dan yang lainnya untuk keperluan bersama. Berbeda dengan saya dan mba Rahma, di dalam ransel kami tidak ada peralatan yang pada umumnya orang berkemah bawa. Kami hanya membawa jaket tipis, selimut kecil yang hanya cukup untuk satu orang, dompet, peralatan shalat dan handphone.
Setelah menemukan tempat yang pas untuk kami istirahat, segera kami dirikan tenda. Tenda yang kami dirikan ada tiga. Waktu terus saja berlalu, matahari mulai menunjukan semburat jingga menampilkan keindahannya. Tiada henti mata kami memandang dan berlomba mengabadikan momen terbaik di kala itu.
Matahari pun sudah enggan memamerkan keindahannya, kini ia di gantikan oleh sang rembulan. Selepas shalat isya kami semua berkumpul melingkar diluar tenda untuk sekedar bercengkrama menukar pikiran satu sama lain. Kami menghangatkan tubuh kami dengan membakar kayu-kayu kering yang kami cari di sore hari, tak lupa dengan secangkir kopi yang disuguhkan. Malam semakin larut dan hawa dingin mulai menusuk hingga ke tulang. Kami telah menghabiskan banyak cerita, mulai dari pengalaman pribadi, kejadian-kejadian konyol ataupun aneh yang memalukan lainnya. Setelah puas bercerita kami semua masuk tenda masing-masing dan tertidur.
Keeseokan paginya kami pergi hiking ke curug Cibereum dengan rute yang tidak mudah ditempuh. Kami semua pergi dengan pakaian drass panjang dan jilbab menjulur, berbeda dari kebnayakan orang hiking biasanya yang menggunakan celana dan baju kaos biasa. Banyak lintasan yang kami lalui salah satunya ‘Jalur Mantan’ yang pada kenyataannya itu adalah ‘Jalur Lintasan Babi’, semua terbahak mendengar pernyataan yang dilontarkan itu. Tak heran pikiran kami pun langsung tertuju pada masa lalu suram itu yang tak harus diulanginya lagi.
Sesampainya di Curug kami semua senang melihat air terjun yang jatuh dari atas ke bawah tak henti-hentinya, itu semua bukan kali pertama untuk saya namun hal seperti itu selalu mengingatkan saya agar selalu bersyukur atas Ciptaan-Nya. Banyak suka duka dalam perjalanan kami menuju curug itu, di mulai dari para pengunjung lain yang melihat dengan tatapan tidak suka kepada kami karena berpakaian seperti ini. Tapi itu semua tak kami hiraukan, itu semua kami jadikan sebagai ajang dakwah bahwa wanita muslimah itu punya cara dan gayanya masing-masing untuk menyampaikan dakwah.
Setelah puas berfoto ria mengabadikan momen masing-masing, kami pun kembali menapaki jalan untuk pulang. Waktu memang sangat singkat, tak terasa kini adalah waktu kita akan berpisah kembali. Berpisah dalam kategori sementara, dan berharap akan dipertemukan kembali dalam pertemuan abadi.
Setelah pulang berkemah saya tidak langsung pulang ke rumah di Bogor, melainkan menginap di rumah mba Rahma. Kami sampai rumah pukul 02.00 WIB, karena keadaanya sangat lelah tanpa disadari saya langsung tertidur pulas saat itu juga. Ketika adzan berkumandang segera saya bangun membersihkan diri dan mengambil air wudhu untuk melaksanakan shalat ashar dan setelah itu tidur kembali.
Keesokan harinya saya pun kembali pulang ke rumah, saya berangkat dari rumah mba Rahma pada pukul 06.00 WIB, dan entah kenapa kendaraan di jalan Puncak-Bogor begitu sepi hanya beberapa kendaraan yang melintas, namun itu pun sesak dengan penumpang lainnya. Saya berhasil naik kendaraan umum pada pukul 07.00 WIB, setelah satu jam menunggu. Dan sampai di rumah pada pukul 10.00 WIB.

 @menuliskreatif.rgi | Feature

Tidak ada komentar:

Posting Komentar